Rabu, 13 Juli 2011

"The Choice", Cemburuku, Ahmad Deedat

assalaamu’alaikum wr. wb.

Jika aku pernah mengaku tidak cemburu padamu, maka itulah salah satu kebohongan terbesar yang pernah terucap dari lisanku, duhai Ahmad Deedat yang dirahmati Allah…

Kemarin saya berjalan-jalan di sebuah toko buku dan melihat buku “The Choice” edisi terbaru dengan sampulnya yang berwarna merah jambu.  Berbeda dengan edisi terdahulunya yang saya beli bertahun-tahun yang lalu dan kini entah dimana.  Seingat saya buku itu dipinjam oleh seorang teman, tapi entah teman yang mana.  Teman saya banyak sekali, alhamdulillaah!

Bertahun-tahun yang lalu, ketika saya khatam membaca buku itu untuk pertama kalinya, saya bertekad akan menjadi Ahmad Deedat berikutnya.  Bukan, bukan menjadi kristolog (walaupun kristologi tetap menjadi salah satu subjek yang paling menarik bagi saya), namun menjadi manusia yang memiliki pikiran yang sangat tajam disertai ketelitian yang mengagumkan.  Siapa yang tidak mau seperti itu?

Melihat buku itu di atas rak buku di toko membuat semua perasaan muncul secara bersamaan.  Ada kenangan manis yang membuat senyum tersungging, ada juga perasaan sedih yang membuat mata serasa ingin meleleh.  Betapa kagetnya saya ketika mendengar kabar wafatnya Ahmad Deedat.  Ah, saya benar-benar kehilangan.  Betapa sedihnya hari itu.


Argumen yang tajam adalah ciri khas seorang Ahmad Deedat.  Saya belum pernah melihatnya berdebat dalam keadaan tidak siap, dan saya rasa beliau memang selalu siap.  Datang dengan tangan kosong pun tidak terlalu masalah, karena otaknya sudah dipenuhi dengan ilmu.  Entah bagaimana ia berhasil mengumpulkan pengetahuan sebanyak itu.  Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dalam bentuk dan dengan fungsi yang paling mengagumkan.

Saya ingat dua saja argumen pembukanya yang sangat mengagumkan dan hingga kini masih membuat saya terheran-heran.  Betapa mudah dan sederhananya, namun sungguh luput dari perhatian orang banyak.  Tapi Ahmad Deedat bukan orang kebanyakan.  Argumen-argumen pembukanya begitu sederhana, mudah dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasa yang ia gunakan, dan begitu tepat pada sasaran.

Argumen pembukanya pada buku “The Choice” sangat mencerahkan.  Cukup sebuah pertanyaan, namun mampu menggoyahkan lawan debatnya dengan mudah.  Pertanyaan itu diajukan sebagai tanggapan terhadap klaim bahwa Bibel telah meramalkan banyak hal yang akhirnya benar-benar terjadi di dunia ini, bahkan keruntuhan Uni Soviet pun tidak luput darinya.  Pertanyaan dari Ahmad Deedat adalah (kurang lebih) : “Adakah ramalan mengenai Muhammad saw. dalam Bibel?”

Semua yang ditanya kompak menjawab : “Tidak!”

Jawaban yang aneh, tentu saja.  Bagaimana mungkin Bibel lalai menceritakan kisah kehidupan seorang manusia paling berpengaruh yang pernah hidup di muka bumi ini?  Bagaimana mungkin Bibel yang (katanya) telah meramalkan begitu banyak hal yang sudah menjadi kenyataan kini itu lupa menceritakan kisah seorang manusia sederhana yang mampu mengangkat bangsa Arab dari statusnya sebagai ‘bangsa yang terlupakan oleh peradaban’ dan ‘bangsa yang sama sekali tidak menarik untuk dijajah’ menjadi bangsa yang paling berkuasa pada masanya?  Inilah peradaban yang menggulingkan Romawi dan Persia sekaligus, namun Bibel tidak menceritakan kisahnya walau sedikit!

Jadi siapa yang salah?  Bibel yang tidak akurat dalam bercerita, atau para pembaca Bibel yang gagal menangkap tanda-tanda dari Kitab Sucinya sendiri?  Bibelkah yang kurang lengkap, atau ada fakta yang selama ini disembunyikan oleh para pembacanya?  Apa pun jawabannya, nampaknya ini adalah sebuah langkah skak-mat yang sangat jitu yang dilancarkan kepada lawan-lawan debat Ahmad Deedat.

Argumen pembuka Ahmad Deedat lainnya yang paling saya kenang adalah sebagaimana yang ia sampaikan di sebuah forum debat terbuka.  Saat itu ia menyampaikan argumennya di hadapan tim pendebat yang dipimpin oleh seorang Uskup (kalau tidak salah dari Kanada). 

Sederhana saja.  Beliau hanya mengutip sebuah ayat dari dalam Bibel dan bertanya pada semua pembaca Bibel yang ada di stadion besar itu ; apakah benar kalimat-kalimat yang dibacanya berasal dari Bibel?  Oleh karena Bibel tidak dihapalkan seperti Al-Qur’an, jawabannya pun beragam.  Ada yang diam saja tak bisa menjawab, ada yang sibuk membuka-buka Bibel karena merasa pernah membaca ayat itu tapi tidak ingat letaknya di mana, ada pula yang yakin ayat itu ada tapi tidak hapal betul redaksinya.  Bagaimana pun, tim pendebat lawan menjawab dengan mantap : Ya, ayat itu memang berasal dari Bibel.

Ahmad Deedat telah menyiapkan kejutan sebagai tanggapan atas jawaban mereka.  Ia menjelaskan bahwa sebenarnya kalimat tadi memang berasal dari Bibel, namun ada tujuh kata yang diselipkan di dalamnya.  Dari sekian ratus pemeluk agama Kristiani yang ada di stadion itu, tidak satu pun yang menyadari keberadaan tujuh kata asing tersebut, termasuk sang Uskup. 

Pertanyaan berikutnya adalah : “Jika demikian, apa jaminannya Bibel yang ada sekarang ini sama persis seperti Kitab yang diturunkan kepada Isa as. dahulu?”  Benar sekali!  Sementara penambahan tujuh kata saja tidak disadari oleh siapa pun termasuk seorang Uskup, maka siapa yang bisa menjamin bahwa Bibel yang beredar sekarang itu tidak dicemari oleh karangan-karangan pribadi dari luar?  Jika dalam waktu singkat saja Ahmad Deedat dapat memalsukan sebuah ayat, bayangkan apa yang bisa terjadi dalam kurun waktu lebih dari seribu tahun sepeninggal Isa as.!

Almarhum Ahmad Deedat memang luar biasa.  Saya mengaguminya dulu dan sekarang juga.  Rasanya masih jauh jarak terbentang antara kami.  Masih banyak sekali ilmu yang harus saya pelajari sebelum bisa mencapai tempatnya berada. 

Ah, anggap saja buku “The Choice” yang dulu itu saya sedekahkan pada yang meminjam.  Tidak ada ruginya membeli edisi terbaru, sekedar untuk memperdalam ilmu dan mengenang kembali almarhum Ahmad Deedat, sang pahlawan yang di pundaknya saya menaruh begitu banyak kecemburuan. 


sumber: http://akmal.multiply.com/journal/item/346
wassalaamu’alaikum wr. wb.

2 komentar:

  1. sebenernya baru denger namanya sih,,,
    salut sama pemikiranny yg bgitu kritis terhadap para lawan debatnya...
    ada berapa penganut bible yg mengubah pola pikirny dah beralih???
    luar biasa :)

    BalasHapus
  2. bukan masalah ada berapa banyak orang yang beralih,, tetapi yang membuat saya heran, apa yang mereka (para penganut) fikirkan hingga seorang deedat mampu mempengaruhi pola fikir mereka?

    BalasHapus

Exchange 2010 SP3 PrepareAD error “The well known object entry with the GUID”

Currently we are going to upgrade Exchange 2010 SP1 to Exchange 2010 SP3 which is one of the step is preparing AD. But in the mid of proces...