Banyak orang bilang, masalah sesulit apapun adalah cobaan. Katanya, segala cobaan itu datangnya dari Sang Maha Pencipta. Tujuannya adalah agar manusia, Kelak di kehidupan berikutnya akan menjadi manusia yang layak untuk menempati surgaNya. Hampir semua orang yang katanya beriman berlomba-lomba untuk berbuat sesuatu yang disebut mengumpulkan pahala. Pahala ini nantinya katanya bisa menjadi bekal kita di kehidupan baru, yaitu keabadian surga.
Mengutip kata-kata Dr. Zakir Naik. Beliau mengatakan bahwa hidup itu seperti sekolah. Untuk lulus sekolah, perlu ada ujian. Bagaimana orang dikatakan naik kelas memang benar-benar memiliki kemampuan yang sudah naik kelas, jika tidak ada parameter pembanding / pengujian terhadap kemampuan? Untuk itu lah, sekolah perlu mengadakan ujian setiap kali murid telah mempelajari hal baru selama tinggal dikelas tersebut dan akan diputuskan apakah naik kelas atau tetap tinggal. Begitu juga kehidupan.
Yang jadi pertanyaan adalah, Guru dan Murid tidak memiliki keterikatan apapun kecuali menyalurkan pengetahuan. Guru tidak menciptakan murid, guru hanya mengajarkan ilmu kepada murid, bukan menciptakannya. Itulah perbedaan sistem sekolah dengan sistem kehidupan. Jika bebicara tentang kehidupan beragama, semua orang beragama pasti setuju bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah hasil ciptaanNya. Termasuk manusia. Jika manusia adalah mahluk ciptaanNya yang paling sempurna, mengapa manusia masih perlu diuji untuk berhak mendapatkan kehidupan di surga? apakah Ia sendiri ragu dengan hasil ciptaanNya sendiri?
Ngomong-ngomong soal surga, saya jadi ingat perbincangan saya dengan seorang teman tentang film The Matrix dan sequelnya. Film itu mengisahkan bahwa kita dimasa depan, kehidupan manusia bukan berasal dari kelahiran, melainkan rekayasa genetika dan pembuahan diluar rahim. semua manusia dimasukkan ke suatu tempat semacam inkubator bayi, dari mereka masih berupa janin hingga mereka tumbuh dewasa dan akhirnya mati. Pikiran mereka di ekstrak menjadi impuls-impuls listrik yang diterjemahkan menjadi data digital. data digital ini terhubung kedalam suatu dunia digital buatan manusia bernama "Matrix". Dunia buatan ini memiliki kecerdasan buatan sehingga manusia yang telah di ekstrak pikirannya, merasa benar-benar hidup di dunia Matrix. Dunia Matrix dahulunya adalah dunia yang diciptakan untuk mencegah peperangan antar manusia, namun pada kenyataannya justru berbalik memerangi manusia hingga akhirnya terjadi perang saudara. Manusia-manusia yang berhasil "bangun" dari sistem Matrix mulai merasa, ada yang tidak beres dengan dunia "Semu" mereka. Bangkit, kemudian berbalik menyerang sistem Matrix buatan mereka (manusia) sendiri.
Memang tidak ada hubungannya dengan surga, namun dari situ saya jadi berfikir...
Bagaimana jika saya adalah sebuah percobaan. Bagaimana jika saat ini, saya sedang duduk / tertidur disebuah inkubator. Pikiran saya diekstrak ke sebuah dunia untuk menjalani serangkaian tes. Tes-tes itu bertujuan untuk memahami apa reaksi saya, apa keputusan-keputusan yang saya ambil dan bagaimana saya bisa bertahan menjalani serangkaian percobaan-percobaan itu. dan tes-tes tersebut tidak hanya ditujukan untuk saya, namun subject-subject (manusia) lainnya. Karena, sang professor / pencipta sendiri ragu dengan hasil ciptaannya sendiri dan masih terus berusaha mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk nantinya diambil sebuah kesimpulan.
Lalu apakah surga dan neraka itu hanya dunia khayalan?
Jika Tuhan itu Maha Penyayang, akankah Ia tega melihat mahluk ciptaanNya hidup enak dan nyaman di surga, sedangkan ciptaanNya yang lain tersiksa di neraka?
"Jika surga dan neraka tak pernah ada, apakah kita benar-benar tulus menyembah padaNya?"
"Atau mungkin, kita hanya takut pada neraka, dan inginkan surga?"
Hidup adalah sebuah pembelajaran, tapi untuk apa dan siapa?
Wid
Warrbiasaahh... nice mas ji... ditunggu tulsan2 berikutnya..
BalasHapus